banner 728x250

PKS Selepas Anis

Anis
Matta adalah sosok unik dalam PKS. Sosok yang dalam hal gelar akademis
biasa-biasa saja, namun memiliki peran yang tidak sedikit untuk partai
yang mayoritas pengurusnya sarjana ini.

Sebagai figur pimpinan, Anis tampak tidak sepi dari penolakan maupun
penerimaan. Bagi yang tidak menyukainya, Anis Matta adalah sebuah duri
dalam daging yang menghadirkan kebingungan dan ketidakjelasan jati diri.
Pandangannya yang terlalu maju, untuk sebuah gerakan yang percaya pada
mihwar (tahapan), memaksa sebagian kader untuk memahaminya secara
tertatih-tatih, dan meninggalkannya yang akhirnya menyerah dalam marah.

Anis bagi mereka tak lain adalah ikon kepasrahan atas pragmatisme
politik dan duniawi. Sementara bagi yang bersimpati melihatnya sebagai
seorang sosok yang inspiratif. Gaya bicaranya yang retorik, berisikan
logika politik modern dan sikap yang tidak ”distingtif pendakwah”
memberi warna tersendiri. Hasil paksa diri untuk mau belajar dan
bersikap inklusif itu membuka wawasan banyak kader.

Bermodalkan kemampuan retorisnya pula, dia mampu meyakinkan komunitas
kader senior di level pembuat keputusan partai (AHWA) untuk dapat
memahami apa yang dia maksudkan. Tidak itu saja, dia juga mampu
memberikan kepercayaan diri bagi para kader, terutama mereka yang paham
akan makna kontekstualisasi perjuangan dalam politik.

Lepas dari itu, meski bukanlah bagian dari generasi pertama gerakan
tarbiyah, Anis telah turut meletakkan fondasi arah pergerakan partai
dakwah ini. Terutama untuk lebih cepat melakukan penyesuaian demi
penyesuaian dalam rimba raya politik yang jauh lebih ganas dari sekadar
urusan menasihati orang menuju jalan yang di ridai Tuhan.

Cekatan dalam menangkap kesempatan dan beradaptasi, meski tidak
sepenuhnya berakhir gemilang, adalah salah satu dari sekian karakternya.
Karya Anis yang akan tebal tercatat dalam sejarah PKS adalah saat
memimpin partai selamat dari turbulensi hebat menjelang Pemilu 2014. Di
bawah alur strategi dan intuisinya, PKS tidak jadi menghilang dari
peredaran politik nasional, sebagaimana yang diprediksi berbagai survei
pascakasus LHI. Suara partai ini bertambah meski jumlah kursi lumayan
menyusut.

***

Dengan posisinya yang baru saat ini, untuk pertama kalinya tidak
dalam lingkar Dewan Pimpinan Tingkat Pusat (DPTP), praktis Anis bukanlah
lagi orang yang mampu pegang peranan dengan cukup leluasa. Posisinya
yang akan berurusan dengan masalah luar negeri akan membuatnya akan
disibukkan pada ihwal yang lebih terbatas meski tidak berarti remeh.

Namun, apakah hal ini akan menyebabkan sebuah perubahan besar bagi
PKS? Secara umum perubahan yang mendasar tidak akan banyak terjadi. PKS
akan tetap mewujud sebagai sebuah partai Islam yang terbuka, moderat,
sekaligus rigid dalam beberapa hal dengan orientasi dakwah dan
pengaderan. Ada beberapa hal yang menyebabkan perubahan drastis akan
sulit terjadi.

Pertama, eksistensi ideologi yang cukup kokoh tertanam, terutama pada
kader-kader di level elite yang saat ini memainkan peran menentukan.
Sejauh ini kader-kader PKS masih satu keyakinan hingga dapat dipastikan
bahwa posisi dan sikap partai tidak akan banyak bergeser.

Perubahan drastis hanya akan muncul jika ada virus kepentingan
pragmatis atau pertentangan ideologis yang akut di antara sesama kader.
Hal ini menunjukkan pula bahwa apa yang dilakukan oleh Anis selama ini
sejatinya masih dalam koridor ideologi yang dianut oleh PKS. Kedua,
keberadaan dan peran- peran tokoh-tokoh yang dihormati.

Masih eksisnya para senior yang terutama adalah KH Hilmi Aminuddin
jelas mampu meredam langkah-langkah drastis yang dapat melumpuhkan
soliditas dan akselerasi pergerakan partai. Dalam prosesi pemilihan
Ketua Majelis Syura misalnya ada kekuatan karisma generasi awal (dan
kepercayaan generasi berikutnya) itulah yang menyebabkan keputusan
musyawarah terbatas antara Hilmi Aminuddin, Salim Segaf Al-Jufri, dan
HNW diterima dengan mulus.

Ketiga, budaya untuk mencari titik temu dan kebersamaan. Tempaan
pengaderan menyebabkan ada semangat persaudaraan yang mudah terpicu
manakala dibutuhkan. Tradisi mencari titik temu ini tidak menghilang,
bahkan saat ini menurut beberapa tokoh partai menjadi lebih baik.
Musyawarah pun tetap berjalan secara normal, MS tahun ini adalah produk
terakhirnya.

Dalam atmosfer ini partai akan tetap menjadi saluran kepentingan
bersama. Karena cenderung mengarah pada upaya mencari titik temu,
berbagai perubahan akan terjadi secara gradual dan penuh pertimbangan.
Keempat, ada saringan historis yang menyebabkan mereka yang tetap berada
dalam PKS saat ini relatif memiliki kesamaan pandangan.

Mereka yang telah merasa berbeda kebanyakan telah berada di luar
pagar partai. Komunitas yang ada dalam PKS mewakili satu pandangan besar
meski di sana-sini tetap ada perbedaan. Dalam makna satu kesatuan besar
yang terpurifikasi inilah perubahan- perubahan drastis tidak mudah
mewujud.

***

Dengan demikian, kalau toh ada perubahan, sifatnya akan aksentuasi
saja. Ini akan terkait erat dengan karakter orangorang yang ada dalam
DPTP. Baik Ketua MS maupun Presiden PKS yang tampak lebih kalem lebih
dekat dengan gaya kepemimpinan yang disebut Herbert Feith sebagai
administrator ketimbang solidarity maker.

Banyak yang melihat ”pasangan” ini cocok dengan kebutuhan
pascaturbulensi. Fokus kerja bisa jadi diarahkan pada soal-soal seperti
regenerasi kepengurusan, pembagian tugas elite untuk pemantapan kembali
akar rumput, dan hubungan lobi eksternal yang lebih kuat, ataupun
pemeliharaan kemandirian partai atas usahausaha kolektif yang
independen.

Perubahan yang juga mungkin terjadi sebagai efek dari post -Anis
yakni kembalinya mereka yang selama ini menahan diri dan menjaga jarak
ke pangkuan partai. PKS saat ini mungkin akan tampak menarik (lagi) bagi
mereka karena terbebas dari bayang-bayang Anis. Hal yang mungkin juga
akan bergeser adalah justru pandangan masyarakat terhadap partai ini
sendiri.

Sosok Presiden Partai baru yang tidak kontroversi dalam makna sesuai
dengan ”standar persepsi dan kehendak” publik tampaknya cenderung akan
membawa persepsi yang lebih positif terhadap partai ini. Lepas dari itu,
berakhirnya era kepemimpinan Anis, yang bahkan cukup mengejutkan bagi
beberapa kader, menunjukkan bahwa pengultusan adalah sesuatu yang
dihindari dari partai ini. PKS (sekali lagi) telah membuktikan
didahulukannya sistem.

Sekaligus membuktikan bahwa kekuatan Anis Matta dalam partai ini
tidaklah tak terbatas, sebagaimana yang dibayangkan orang, yang berpadu
dengan kebesaran jiwanya untuk bersedia undur diri sembari menyatakan
bahwa dirinya tak lain adalah prajurit yang siap ditempatkan di mana pun
untuk kebesaran partai.

DR FIRMAN NOOR MA (HONS)
Honorary Research Fellow, University of Exeter

(ftr)

Sumber : http://nasional.sindonews.com/read/1033305/18/pks-selepas-anis-1439607086/1
Dimuat juga di: http://jakarta.pks.id/pks-selepas-anis-bag-1/  dan http://jakarta.pks.id/pks-selepas-anis-bag-2/

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *