Jakarta –
Kalender Islam kembali mengalami pergantian tahun. 1 Muharam 1436
Hijriyah bertepatan dengan Sabtu, 25 Oktober 2014. Umat Islam
merayakannya dalam berbagai kegiatan. Salah satunya bermuhasabah atau
mengevaluasi diri, tidak hanya evaluasi pencapaian selama setahun yang
lalu, tetapi juga menetapkan harapan pada tahun yang baru.
Bagi
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), satu muharam merupakan momen para kader
dan simpatisan melakukan refleksi. Tidak hanya evaluasi kekurangan,
tantangan dan pencapaian, tetapi juga menetapkan target-target demi
peningkatan kualitas pelayanan umat. Terlebih khusus perjuangan para
kader PKS di lembaga legislatif.
Selama tahun 1435 Hijriyah
Fraksi PKS Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPRRI) menghadapi
beragam tantangan dalam usaha memperjuangkan kepentingan umat.
Sebagaimana disampaikan oleh Ledia Hanifah Amalia, Jumat (24/10), bahwa
selama memasuki akhir masa jabatan 2009-2014, banyak proses perumusan
Rancangan Undang Undang (RUU) jalan di tempat karena sulitnya rapat
pembahasan mencapai kuorum atau ambang batas jumlah anggota yang hadir
untuk sebuah pembahasan.
“Tahun 2013 merupakan masa-masa
terakhir anggota dewan menjabat. Pada umumnya anggota sibuk dengan
persiapan pemilu. Ini yang menjadi problem karena banyak anggota yang
sudah ke daerah, dapil (daerah pemilihan –red) dan sebagainya. Kursi pun
banyak yang kosong ketika rapat. Seringkali PKS lagi yang memenuhi.
Tapi kan kebutuhannya kuorum untuk menyepakati suatu kebijakan,” jelas
Ledia yang kini terpilih kembali dari dapil 1 Jawa Barat (Kota Bandung
dan Cimahi).
Ledia mengatakan bahwa di satu sisi kader-kader PKS
di DPR selalu berusaha menyelesaikan amanah pembuatan kebijakan untuk
kepentingan umat. Di sisi lain, amanah tersebut terhambat lantaran di
setiap rapat anggota dewan, seringkali tidak mencapai kuorum. Bagi kader
PKS di Senayan, situasi tersebut menjadi tantangan yang harus dihadapi,
sekaligus menguji kemampuan lobi.
“Nah, disini (proses lobi)
yang dibutuhkan adalah hubungan baik. Dimana kami harus sering dan
pandai melakukan lobi untuk mengajak rekan-rekan yang lain hadir rapat
meski sebentar. Disinilah yang perlu effort tinggi dalam perjuangan di
legislatif,” katanya.
Tidak hanya tantangan dari segi teknis,
para kader PKS juga menghadapi tantangan dari segi substansi. Hal ini
disebabkan pembuatan kebijakan tidak akan pernah lepas dari akomodasi
kepentingan masyarakat. Tantangannya, kepentingan masyarakat Indonesia
itu beragam.
“Kesulitan dalam penyusunan kebijakan adalah ketika
semua pihak ingin diakomodasi. Sulit bagi kita kalau hanya melihat
pertimbangan mayor dan minor. Faktor ini pula yang menjadi tantangan
bagi teman-teman di legislatif,” ujar satu-satunya Srikandi PKS di
Senayan ini.
Meskipun menghadapi beragam tantangan, Ledia Hanifa
menyatakan PKS berhasil mengawal sejumlah kebijakan yang berpihak pada
kepentingan umat. Misalnya, soal hak umat Islam memperoleh produk halal.
Menurut Ledia yang
sempat selama 3 tahun terakhir menjadi Wakil Ketua Komisi VIII DPR,
capaian Fraksi PKS merupakan hasil perjuangan selama setahun lalu ini
beberapa yang cukup signifikan. Pertama, ujarnya, adalah dua
undang-undang yang disahkan terkait soal kehalalan pangan. Diadalamnya
ada , Revisi Undang Undang (UU) Peternakan dan Kesehatan Hewan dan
Pengesahan UU Jaminan Produk Halal (JPH). Pengesahan UU ini sangat
bermanfaat untuk menjamin hak konsumen memperoleh daging hewan yang
sehat terlindungi, dan UU JPH menjamin kehalalan produk pangan yang
dikonsumsi umat Islam yang jumlahnya mencapai lebih dari 80% populasi
orang Indonesia.
Ledia mengungkapkan, ada sebagian kalangan yang mengatakan bahwa UU
JPH ini mempersulit sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) untuk
bersaing dan berkembang. “Padahal sebaliknya, UU ini berusaha memacu
para pengusaha UMKM untuk meningkatkan kualitas produknya. Kehadiran
mereka tetap diprioritaskan dengan bantuan dari APBN atau APBD.
Sedangkan dari segi impor, bagi barang yang datang dari luar negeri,
sudah ada MoU dengan Indonesia, namun tidak ada label halal-nya, maka
harus diperiksa kembali,” jelas mantan Ketua Bidang Perempuan DPP PKS
ini.
Tidak hanya hak umat memperoleh produk halal, masih banyak produk
legislatif lain yang berhasil disahkan dari hasil kerja keras para kader
PKS di parlemen. Seperti telah disahkannya UU Pengelolaan Keuangan Haji
dan UU Perlindungan Anak Hasil Revisi.
Itu, ujar Ledia, merupakan hasil perjuangan rekan-rekan di Komisi
VIII saja. “Selain saya ada pula Raihan Iskandar (dapil Aceh), Mustafa
Kamal (dapil Sumsel), Ade Barkah (dapil Jabar) dan Abdul Azis Suseno
(dapil Jawa Timur). Sedangkan di komisi lain juga banyak pencapaiannya.
Meskipun saya tidak hafal satu per satu, namun kami selalu jelas memihak
kepentingan uamt dan bangsa. Prinsip ini terus kami pegang sehingga
selalu bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan tugas,” ungkap anggota
perempuan satu-satunya kini di FPKS DPR.
Berkaitan dengan
harapan yang ingin dicapai pada tahun selanjutnya, Ledia mengusulkan
suatu inovasi berupa pembentukan badan khusus yang dapat mempermudah
implementasi kebijakan di seluruh Indonesia. Usulan ini dilatarbelakangi
belum adanya sinergisitas antara pusat dengan daerah. Ketika pusat
mengesahkan suatu kebijakan, belum tentu diturunkan dalam peraturan yang
tepat oleh pemerintah di daerah.
Ia menyontohkan UU
Perlindungan Anak yang revisinya telah disahkan pada periode lalu harus
diturunkan dalam bentuk perda atau peraturan lain yang lebih teknis di
daerah. Hal ini menurutnya penting agar tercapai target perlindungan
anak seluruh Indonesia. Sedangkan untuk saat ini belum ada sinergisitas
yang diharapkan tersebut. “Saya berharap di tahun mendatang, partai –
bisa dalam bentuk kerja sama antara DPP dengan fraksi – membentuk suatu
badan khusus yang dapat membantu mengaitkan kebijakan di pusat dengan
daerah. Hal ini penting untuk memastikan cita-cita masyarakat adil dan
sejahtera benar-benar tercapai,” tutupnya. (pks.or.id)