Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengakui, ada ketidakadilan dalam
penyediaan anggaran untuk sekolah umum dan agama. Terutama tunjangan
kesra untuk guru -guru madrasah yang bahkan, sebagian besar dari jumlah
guru tersebut belum menerima tunjangan.
Hidayat mengatakan, MPR
hanya menyerap aspirasi masing -masing madrasah itu. Karena, kewenangan
MPR berbeda dengan eksekutif. ”Tapi kami bisa memperjuangkan dalam hal
regulasi dan anggaran. Memang anggaran sekolah umum dan agama tidak
wajar,” kata Hidayat, di Jakarta, Kamis (13/8).
Hidayat
menambahkan, dirinya sudah beberapa kali membicarakan persoalan anggaran
ini dengan menteri terkait. Sebab, kata dia, ini akan menjadi payung
besar, dalam meningkatkan pos anggaran untuk sekolah madrasah. ”Kalau
ketidakadilan anggaran ini bisa diselesaikan, maka permasalahan sekolah
madrasah bisa selesai juga,” ujar anggota Komisi VIII DPR itu.
Berkaitan
dengan kenaikan tunjangan Kesra untuk guru madrasah, Hidayat akan
menyampaikan kepada DPRD DKI Jakarta. Dia juga membuka diri bagi para
guru yang ingin menyampaikan aspirasi langsung ke gedung parlemen.
Hidayat
mengadakan kegiatan serap aspirasi dengan para perwakilan sekolah
madrasah baik madrasah ibtidaiyah, tsanawiyah, dan aliyah di Madrasah
Aliyah Negeri (MAN) 4, Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta, Kamis 13
Agustus 2015.
Selain dihadiri perwakilan madrasah negeri se-DKI
Jakarta, serap aspirasi juga dikuti perwakilan Kementerian Agama
Jakarta, serta para siswa dan siswi MAN 4 yang baru memenangkan medali
emas dan perak dalam kompetisi science madrasah tingkat nasional.
Dalam
pertemuan itu, Kepala Sekolah MAN 4 Jakarta Nurlaelah menyampaikan
aspirasi secara umum. Satu hal yang paling krusial adalah soal tunjangan
kesejahteraan untuk guru madrasah khususnya di DKI Jakarta. Saat ini
guru madrasah hanya mendapat tunjangan Kesra sebesar Rp 1 juta per
bulan.
“Tunjangan itu sangat berbeda dengan guru sekolah negeri
di Jakarta yang mendapat tunjangan Kesra sebesar Rp 4 – 5 juta sebulan.
Bahkan akan dinaikkan menjadi Rp 8 – 9 juta sebulan,” katanya.
Menurut
Nurlaelah, perbedaan tunjangan Kesra antara guru madrasah dan negeri
itu sangat mencolok. Apalagi baru 52% guru madrasah yang mendapat
tunjangan Kesra, sementara 47 persen guru madrasah yang belum mendapat
tunjangan Kesra. “Kami berharap kenaikan tunjangan Kesra untuk guru
madrasah di DKI Jakarta bisa diperjuangkan. Madrasah seolah
dianaktirikan,” kata Nurlaelah.
Aspirasi itu juga mendapat
dukungan dari wakil Persatuan Guru Madrasah DKI Jakarta yang hadir dalam
pertemuan itu. Baru 3000 guru yang mendapat tunjangan Kesra dari jumlah
puluhan ribu guru madrasah. ”Kami hanya bisa mengelus dada,” tambah
perwakilan Persatuan Guru Madrasah DKI Jakarta.
Aspirasi lain
yang disampaikan adalah soal BOS untuk madrasah. Seharusnya, BOS untuk
madrasah lebih besar dari sekolah negeri. Karena ada lima pelajaran
agama, sehingga biaya bukunya lebih besar.
Selain dua masalah
terkait dana, aspirasi lain yang disampaikan terkait sarana prasarana,
dan kesamaan kesempatan untuk siswa madrasah mengikuti Olimpiade Science
Nasional (OSN). ”Selama ini, siswa sekolah madrasah tidak
diikutsertakan dalam OSN,” tambah Nurlaelah. (Republika)