Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Komisi IV
Rofi Munawar memandang antisipasi kebakaran hutan dari pemerintah
lambat, padahal beragam indikator penyebab alamiah maupun teknis telah
diketahui sejak lama.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) telah memprediksi dalam bulan Juli – November 2015 akan
terjadi El Nino moderat sampai kuat menghampiri Indonesia. Kondisi ini,
akan memberikan efek pada tingkat intensitas dan frekuensi curah hujan
yang semakin berkurang dan mundurnya periode musim penghujan 2015/ 2016
di beberapa wilayah
“Kebakaran hutan bukanlah kejadian tunggal
yang berdiri sendiri. Kebakaran hutan tidak hanya terjadi karena faktor
cuaca dan alam saja, ditenggarai namun merupakan tindakan yang disengaja
oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan ekspansi lahan,” ujar Rofi
Munawar di Jakarta, Senin (7/9/2015).
Pemerintah melalui Presiden
Jusuf Kalla pada pertemuan Tropical Landscape Summit beberapa waktu
lalu mengatakan bahwa, bencana kebakaran hutan disebabkan oleh ulah para
perusahaan-perusahaan asing yang membuka lahan dengan cara membakar
hutan. Adalah hal yang aneh bila ada pelaku yang di kemukakan tapi tidak
ada yang di pidana. Pelaku kebakaran hutan yang tidak di hukum pidana
menjadi akar masalah kebakaran hutan terus berulang setiap tahun.
Rofi
mengatakan, tidak adanya tindakan pidana bagi korporasi pelaku
kebakaran hutan, padahal pemerintah telah tegas dan mengetahui bahwa
beberapa pelaku kebakaran hutan adalah perusahaan asing. Adapun, warga
masyarakat hanya merupakan pelaku teknis dari perusahaan-perusahaan
besar dalam menjalankan aktivitas membuka kebun dengan membakar, kata
Rofi.
Rofi mendesak pemerintah, agar masyarakat yang terkena
dampak kebakaran hutan baik secara langsung ataupun tidak harus mendapat
pelayanan kesehatan maksimal dari pemerintah. Sebab ada faktor
kelalaian negara dalam terjadinya bencana kebakaran hutan.
Selain
itu pemerintah harus memperbanyak langkah preventif dalam mencegah
kebakaran hutan pada musim kemarau. Peningkatan patroli pengawasan hutan
dan sosialisasi ke warga yang lebih masif untuk tidak melakukan
pembakaran hutan dalam aktifitas membuka lahan, ujar Rofi.
Legislator
asal Jawa Timur ini juga mempersoalkan kebakaran hutan dan kabut asap
yang terus berulang setiap tahun, seharusnya dapat diselesaikan melalui
langkah-langkah pencegahan dan monitoring secara kontinyu oleh semua
pihak, termasuk komunitas ASEAN.
Perjanjian ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution
(AATHP) mengenai polusi asap lintas batas menyepakati perjanjian
mengikat secara hukum untuk kerjasama dalam hal pencegahan dan
pemantauan. Karenanya langkah yang tepat bagi ASEAN untuk menunjukkan
keseriusannya dalam penanggulangan deforestasi, kebakaran hutan dan asap
lintas batas pada khususnya.
Menurut Rofi, tindakan tegas di
perlukan untuk menghentikan dampak buruk kebakaran hutan seperti polusi
udara, gangguan pernafasan, terganggunya aktifitas masyarakat,
terhentinya laju ekonomi dan rusaknya hutan sebagai peyangga ekosistem
kehidupan.
“Negara ASEAN harus bersatu hadapi kebakaran hutan
untuk memastikan solusi mewujudkan pembangunan kawasan yang
berkelanjutan,”katanya. [viva]