Gas merupakan bagian dari sumber energi yang penting dan strategis,
serta jumlah produksinya ditentukan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN). Sehingga, penentuan harga gas yang jelas ke
publik mutlak dibutuhkan.
Karena itu, anggota Komisi VII DPR RI
Iskan Qolba Lubis mempertanyakan kebijakan pemerintah, khususnya
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang tidak menetapkan
standar harga gas domestik di tengah harga internasional yang terus
merosot.
“Sebagai energi penting dan strategis, pemerintah tidak memberi standar harga gas seperti BBM yang dikenal dengan harga Indonesian Crude Price (ICP). Ini aneh,” kata Iskan dalam siaran persnya di Jakarta, Minggu (5/9).
Dia
menambahkan ketiadaan patokan harga itu memberatkan kalangan industri
dalam negeri (domestik). Apalagi, kondisi ekonomi saat ini sedang
melemah. “Gas sekarang tidak bersahabat dengan industri, karena membuat
biaya produksi meningkat,” tutur politisi PKS dari daerah pemilihan
Sumatera Utara II ini.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) ini
menyorot banyaknya industri yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) akibat dari biaya produksi yang meningkat. “Jadi mahalnya gas
domestik dari harga global selama ini, membuat banyak industri protes
dan banyak melakukan PHK terhadap buruhnya,” kata Iskan.
Iskan
berharap Kementerian ESDM segera menjelaskan ke publik soal harga gas
ini, serta tidak melemparkan tanggung jawab ini kepada Satuan Kerja
Khusus Minyak dan Gas (SKK Migas).
“Seharusnya yang memberi
penjelasan adalah Pemerintah atau Menteri ESDM, bukan SKK Migas. Karena
kedaulatan energi ada ditangan Negara, sedangkan SKK Migas hanya
operator bukan pemegang kedaulatan,” demikian Iskan Qolba Lubis. (rmol)