Jakarta (21/1) – Kelompok Fraksi (Poksi) Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) dan mayoritas Poksi di komisi V DPR RI mengusulkan
kepada Pimpinan Komisi V DPR RI untuk membentuk Panitia Kerja (Panja)
keselamatan transportasi. Demikian disampaikan Abdul Hakim saat Komisi V
melaksanakan Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Perhubungan (Menhub),
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Sar Nasional
(Basarnas), dan Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) di
Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (20/1).
“Poksi PKS dan mayoritas Poksi di Komisi V merekomendasikan
pembentukan panja keselamatan transportasi kepada Pimpinan Komisi V DPR.
Panja ini tidak hanya mengevaluasi kasus AirAsia dan transportasi
udara, tapi juga mengevaluasi program keselamatan transportasi darat,
laut, dan udara mengingat angka kecelakaan di Indonesia masih sangat
tinggi,” kata Hakim.
Pada kesempatan ini, Hakim mendesak Kemenhub untuk segera memenuhi
hasil audit Universal Safety Oversight Audit Program (USOAP) dari
International Civil Aviation Organization (ICAO), khususnya pembenahan
birokrasi dan kelembagaan yang mendapat skor terburuk dari ICAO.
“Sudah saatnya Menhub melakukan pembenahan internal. Menempatkan
pejabat sesuai dengan kompetensinya dan meningkatkan kualitas SDM.
Kemenhub harus segera memenuhi hasil audit ICAO dari USOAP, khususnya
pembenahan birokrasi dan kelembagaan yang mendapat skor terburuk dari
ICAO,” ujar Hakim.
Hakim juga mempertanyakan dasar pembentukan Indonesia Slot
Coordinator (IDSC). Menurutnya, di UU penerbangan, sama sekali tidak
diatur soal pembentukan lembaga ini. Dasar pembentukan lembaga ini hanya
berdasarkan pasal 26 KM No.25 tahun 2008 tentang penyelenggaraan
angkutan udara.
Lebih lanjut Hakim mengemukakan, pembentukan IDSC yang mengatur slot
time penerbangan tahun 2011 justru menambah daftar panjang kesemrawutan
penerbitan ijin terbang. Menurutnya, selain tidak memiliki dasar hukum
pembentukan yang kuat (hanya didasarkan pada Keputusan Dirjen Hubud),
mengapa IDSC justru memiliki otoritas besar menetukan pesawat yang bisa
terbang atau tidak.
Di sinilah kecurigaan pembentukan IDSC untuk kepentingan segelintir
pejabat nakal di Kemenhub. Di sisi lain, untuk pembiayaan IDSC mendapat
suntikan dana Rp1 miliar/tahun dari Angkasa Pura. Dasar hukum Angkasa
Pura memberikan dana operasional itu apa? Keberadaan IDSC ini harus
dibenahi dan disesuaikan dengan aturan hukum,” pungkas legislator asal
Lampung ini. (pks.or.id)